Mentari Untuk Diana
Part 1
Lembaran-lembaran
buku berjejer rapi di dalam sebuah lempengan kayu yang disusun menjulang
tinggi. Sesekali ada yang berserakan di lantai. Kumpulan manusia sibuk dengan urusannya
sendiri. Ada yang membaca puisi, mengerjakan tugas, menggerakan jarinya di atas
papan ketik, dan semua hal berbau sastra.
Suasana nan hening, sepi, senyap. Terdengar suara berdecit,
itu hanyalah sebuah pintu yang terbuka karena seseorang yang mendorong untuk
masuk ke dalam ruang hampa suara tersebut.
Brukk..
Sebuah buku
dihempaskan oleh jari-jari yang lentik itu. “Ssstt..” seseorang meletakkan jari
telunjuknya di depan bibir yang setengah mengercut dengan mata sedikit melotot.
Bola mata Diana terbelalak. Sontak saja dia langsung diam dan kembali duduk.
“Ada apa sih, Na?” Tanya seorang gadis dengan untaian
rambut yang berkilau. “Hhm.. aku enggak habis pikir deh, masa sih cuma karena
masalah sepele, dia berani mencongkel matanya sendiri?” suaranya mengecil
karena takut ketahuan penjaga perpustakaan. Sedangkan tangannya mengernyitkan
dahi tanda ia tidak mengerti.
“Hah?
Yang bener aja.. aku enggak percaya. Siapa sih dia?” Karel terheran-heran
dengan pernyataan Diana. “Salah satu wanita Islam. Namanya Rabiah Al Adawiyah. Menurut
cerita sih, karena dia enggak mau ada seseorang yang bisa ganggu fokus dia
untuk ibadah sama Allah,” Diana menjelaskan dengan alis sedikit mengangkat. “Ya
ampun, Ibadah kok sampe segitunya sih? Bukannya dalam Islam kita enggak boleh
menzholimi diri sendiri ya?” sahabat lawas Diana itu pun masih tak percaya.
Tiba-tiba suara speaker yang menempel di dinding memekakkan
telinga, mengumumkan bahwa akan diadakan pengajian.
“Assalamu’alaikum..” seorang gadis dengan balutan kain
putih yang menjulur panjang dari atas kepala hingga pergalangan tangan serta
bawahan rok berwarna abu-abu itu memberikan sebuah brosur berisikan undangan
untuk menghadiri pengajian tersebut. “Afwan, ya ukhti. Saya sedikit mengganggu.
Saya harap ukhti disini bisa ikut pengajian nanti sore. Syukron. Saya pamit
dulu. Wassalamu’alaikum warahmatullah,” gadis anggun itu tersenyum pada dua
sahabat karib yang sedari tadi matanya tak berkedip.
“Ehh, sebenernya ngomong apa sih dia? Ada kata afwan,
ukhti, syukron. Aku enggak ngerti deh.” Karel menolehkan wajahnya ke Diana. “Hhm..
itu sih kayaknya bahasa arab. Btw, dia keliatan anggun banget deh. Walaupun dengan
penampilan yang sederhana,” Diana memainkan rabutnya yang terurai sambil tersenyum.
“Kita ikut pengajiannya, yuk!” semangatnya membara untuk
menghadiri kajian tersebut.
Entah
apa yang sedang Diana rasakan. Sebelumnya ia tak pernah sesemangat ini untuk
sekedar dating ke masjid dan bertemu dengan orang-orang yang jubahnya longgar.
Apakah mungkin, Diana mendapat
hidayah?
Karya : Fadila Salma Rona
Tunggu kelanjutan kisahnya yaa.....
Komentar
Posting Komentar